TANTANGAN PENDIDIKAN DALAM ERA ABAD 21

( Penyuluhan Pada Guru TK dan SD di Kecamatan Seluma Barat, Kabupaten Seluma, Propinsi Bengkulu )

 

EDUCATION CHALLENGES IN THE 21ST CENTURY ERA

 

Didik Suryadi

Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Bengkulu,  

 *Email: didiksuryadi@unib.ac.id

 

ABSTRAK

Guru memiliki  peran sangat strategis dalam menyiapkan peserta didik kehidupan masa depan. Oleh karena itu, pemahaman terhadap kondisi kehidupan masa depan yang didalamnya berisi tantangan yang dihadapi dan peluang yang dapat dimanfaatkan agar peserta didik dapat memuliakan dirinya menjadi penting dimiliki oleh guru sebagai landasan orientasi dalam membuat keputusan instruksional. Pengenalan terhadap tantangan dan peluang yang dihadirkan oleh abad 21 sangat diperlukan oleh guru TK dan SD agar dapat mempersiapkan masa kehidupan anak sejak usia dini. Tujuan kegiatan pengabdian adalah untuk mensosialisasikan kepada guru mitra tentang tantangan dan peluang yang dihadirkan oleh era abad 21 serta ketrampilan-ketrampilan perlu dikembangkan sejak usia dini dan juga pendekatan pembelajaran yang hendaknya diimplementasikan. Mitra kegiatan pengabdian adalah guru TK dan SD di lingkungan Kecamatan Seluma Barat, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu. Metode yang diterapkan adalah penyuluhan yang diisi dengan kegiatan cerama, tanya jawab dan diskusi. Hasil kegiatan berupa peningkatan dan pendalama pemahaman peserta tentang peluan dan tantangan abad 21 serta implikasi bagi pelaksanaan pendidikan di TK dan SD.

 

 

Kata Kunci : Pendidikan Era Abad 21, PAUD,  Tantangan dan Peluang

 

ABSTRACT  

Teachers have a very strategic role in preparing students for future life. Therefore, understanding the conditions of future life, which contains the challenges faced and opportunities that can be used so that students can glorify themselves, is important for teachers as a basis for orientation in making instructional decisions. Kindergarten and elementary school teachers need the undestanding of the challenges and opportunities presented by the 21st century so that they can prepare for children's life from an early age. The purpose of the service activities was to socialize to partner teachers about the challenges and opportunities presented by the 21st century era as well as skills that need to be developed from an early age and also the learning approach that should be implemented. Community service partners were kindergarten and elementary school teachers in West Seluma District, Seluma Regency, Bengkulu Province. The method applied was lecturing filled with lecture activities, questions and answers and discussion. The results of the activity were in the form of increasing and deepening participants' understanding of the opportunities and challenges of the 21st century and the implications for the implementation of education in kindergarten and elementary school.

Key words : 21st Century Education, ECE, Challenges and Opportunities

 

Diterima  : 17-12-2020     Disetujui : 28-12-2020   Dipublikasikan : 30-12-2020

 


PENDAHULUAN

 

Anak-anak yang saat ini berada pada usia 4-6 tahun atau yang sedang berada dalam lembaga PAUD adalah generasi yang sedang dan akan hidup di era dunia tanpa batas. Globalisasi adalah istilah yang dipakai untuk menunjuk gejala semakin menyatunya masyarakat berbagai negara menjadi satu masyarakat dunia. Gejala demikian memberikan dampak pada berbagai aspek kehidupan, Aspek kehidupan tersebut tidak hanya yang berkait pada bidang ekonomi semata, tetapijuga  berkait dengan aspek lain seperti budaya, sosial , jasa, komunikasi dan teknologi serta terjadinya interaksi yang semakin intensif dan ekstensif antar anggota masyarakat negara satu dengan anggota masyarakat negara lain (Hemansyah,2014).

Arus kehidupan yang semakin mengglobal tidak hanya memberikan tantangan namun sekaligus menyediakan peluang yang luas bagi tiap individu. Kemajuan bidang teknolgi dan informasi yang merupakan aspek penting dalam globalisai  mendorong masyarakat dunia menjadi masyarakat pengetahuan dan informasi. Penemuan dan perkembangan teknologi sensor, jaringan serta analisa data yang saat ini sedang berlangsung menimbulkan gagasan untuk mengintegrasikan temuan-temuan tersebut ke dalam berbagai bidang industry (Prastyo dan Sutopo,2018).  Perkembangan demikian mengakibatkan semakin meningkatnya kualitas sumber daya manusia.

Paparan globalisasi dengan segala dampaknya menimbulkan tuntutan pada dunia pendidikan untuk dapat memberikan bekal  kepada peserta didik kemampuan memuliakan kehidupan (Buchori,2001). Pembekalan  tersebut  harus dilakukan oleh lembaga pendidikan. Konsekuensinya, peran sekolah tidak lagi sebagai lembaga yang memberikan bantuan  tetapi juga sebagai institusi yang mendorong tumbuhnya kemampuan belajar mandiri, (Tilaar,1990).  

Kesadaran terhadap tantangan dan peluang yang dihadirkan oleh globalisasi di satu pihak, dan pentingnya peran pedidikan di pihak lain mendorong pemangku melakukan persiapan. Salah satunya adalah pembekalan dan perluasan pengetahuan para guru tentang karakteristk tantangan yang dihadirkan oleh globalisasi dalam abad 21. Selain itu, pada umumnya para guru masih belum memiliki pengetahuan yang memadai tentang tantangan pendidikan Abad 21. Hal demikian merupakan  salah satu pertimbangan pimpinan pemerintahan tingkat kecamatan Seluma Barat mengadakan kegiatan penyuluhan dalam tema Tantangan Pendidikan Pada Abad 21 untuk guru-guru di lingkungan Kecamatan Seluma Barat. Pertimbangan  tersebut disampaikan oleh Camat Seluma Barat ketika membuka kegiatan penyuluhan.   Hal tersebut sejalan dengan tujuan dan harapan dari pelaksanaan kegiatan penyuluhan ini. Tujuan kegiatan ini adalah memperluas pengetahuan dan pemahaman guru  tentang tantangan dan peluang yang dihadirkan oleh abad 21. Berbekal pengetahuan dan pemahaman seperti itu diaharapkan para guru dapat membuat keputusan instruksional yang lebih tepat.

 

Gambar 1: Camat Seluma Barat memberi pengarahan dalam pembukaan kegiatan

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mitra sasaran adalah guru-guru Sekolah Dasar dan Guru PAUD di lingkungan Kecamatan Seluma Barat. Jumlah peserta sebanyak 23 orang.  Selain para guru, kegiatan penyuluhan juga diikuti oleh para mahasiswa Universitas Bengkulu yang sedang melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN).  Sehingga kegiatan ini juga memberikan nilai tambah kepada kegiatan KKN mahasiswa.

Materi yang diberikan dalam kegiatan penyuluhan meliputi kondisi masyarakat abad 21. Pengetahuan tentang materi ini akan memperluas pemahaman peserta tentang karakteristik  yang dihadirkan dalam kehidupan masyarakat yang ditandai oleh berkembangnya tekonologi komunikasi dan informasi, serta kebutuan untuk mampu bersain dan berkolaborasi dalam lingkup global maupun regional serta nasional.  Materi kedua tentang ketrampilan yang dibutuhkan untuk hidup di era abad 21. Para peserta juga belajar tentang karakteristik guru dan siswa pada abad 2.

 

Gambar 2: Peserta menyimak pertanyaan-pertanyaan di awal kegiatan

Pertanyaan-pertanyaan awal yang diajukan pada kegiatan awal dimaksudkan sebagai pretest untuk mengetahui  kemampuan awal para peserta tentang materi yang akan dipelajari.  Pretest semacam itu membantu proses asimilasi pengatahuan lama dengan pengetahuan baru dan terbukti meningkatkan pemahaman terhadap materi yang akan dipelajari (Efendi,2016).

Hasil pretes yang dilaksanakan secara random menggambarkan bahwa para peserta masih belum memiliki pengetahuan yang memadahi tentang materi yang akan dipelajari. Gejala demikian juga ditemukan dari hasil penelitian Susanti dan Arista di Batam yang menyimpulkan sebanyak 81 % guru SMP sampel   memiliki pengetahuan sedang dan rendah tentang ketrampilan 4C,Communication, Collaboration, Critical thinking, Creativity, (Susanti dan Arista,2019).  Respon dari terhadap   tanya jawab di awal kegiatan semakin memberikan gambaran tentang pentingnya kegiatan penyuluhan ini.

 

Gambar 3: Media Power Point

 

Pengetahuan penting lain yang diperoleh peserta adalah pemahaman bahwa terdapat tiga ketrampilan utama agar peserta didik sukses dalam kehiduapan aba 21. Ketiga ketrampilan tersebut adalah ketrampilan belajar dan berinovasi, ketrampilan informasi, media dan teknologi, serta ketrampilan hidup dan kerja (Trilling & Fadel,2009). Secara lebih rinci agar individu  berhasil hidup di abad 21 maka individu tersebut harus memiliki tujuh ketrampilan.  Ketujuh keterampilan tersebut adalah kemampuan berpikir kritis dan ketrampilan mengatasi maslah, ketrampilan melakukan kolaborasi dan memimpin, tangkas dan mudah beradaptasi, mampu berkomunikasi secara efektitf, trampil mengakses dan menganalisis informasi, serta miliki rasa ingin tau dan imajinasi yang tinggi.

 

Gambar 4: Peserta menyimak penjelasan

 

 Para peserta juga dibangunkan pengetahuan mereka tentang prinsip pembelajaran yang sesuai dengan tantangan abad 21.  Syahputra,2019 mensitir 4 prinsip pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan abad 21. Keempat prinsip tersebut yaitu Instruction should be student-centered, Education should be collaborative, Learning should have context, Schools should be integrated with society.  

Prinsip Instruction should be student-centered menuntut pembelajaran berpusat pada anak. Abad 21 menuntut individu untuk secara mandiri mampu mencari, mengolah, menganilisis berbagai informasi yang tersedia dalam jaringan untuk kepentingan dirinya maupun kepentingan pihak lain. Pemupukan kemampuan demikian dapat distimulasi melalui proses pembelajaran yang berpusat pada anak. Peserta didik dikondisikan berada dalam situasi pembelejaran yang memberikan kesempatan luas untuk membangun pengetahuan sendiri. Guru tidak lagi Guru berfungsi sebagai agen pengetahuan tetapi sebagai seorang (Prayogi dan Estetika,2019).   

Prinsip Education should be collaborative lebih menekakan adanya kerjasama. Prinsip demikian mendasarkan pada kenyataan bahwa era abad 21 membutuhkan kemampuan tersebut, yaitu kolaborasi bukan kompetisi.  Edvan M Kautsar, motivator muda Indonesia dan penulis menggambarkan pentingya kolaborasi dibanding dengan kompetisi. Ia mengibaratkan sebatang lidi tentu tidak akan lebih kuat jika menyatu dengan lidi-lidi lain dalam ikatan yang kuat (Kautsar,2018). Dengan demikian, guru hendaknya lebih menonjolkan proses pembelajaran yang bersifat kolaboratif dibanding kompetitif individualistik.  

Prinsip lainnya yang hendaknya terinternalisasi pada proses pembelajaran adalah education should have context.  Pengertaian dan pentingnya bahwa pendidikan harus berbasis pada konteks menjadi pertanyaan dari beberapa peserta. Pembahasan terhadap pertanyaan tesebut memberikan pengetahuan konseptual tentang pengertian dan pentingnya       pembelajaran kontekstual.   Telah banyak penulis yang mencoba mendifinisikan pembelajaran kontekstual.  Pada umumnya pengertian pembelajaran berbasis konteks seperti yang diuraikan oleh Sholeh, 2010. Pembelajaran kontekstual merupakan proses pembelajaran yang mendorong pebelajar menhubungkan pengetahuan yang dimiliki dengan kondisi nyata yang dihadapi pebelajaran dalam kehidupannya.  Dengan demikian konteks belajar anak adalah kehidupan nyata. Pentingnya pembelajaran berbasis konteks dapat dilihat dari karakteristik yang melekat dalam pelaksanaanya.  Beberapa hal yang ada dalam pembelajaran berkonteks adalah munculnya kebermaknaan, motivasi belajar, ketertarikan pebelajar terhadap kegiatan belajar.  Identifikasi beberapa hasil penelitian oleh Sulianto,2008 menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran kontekstual menghasilkan kebermanaan dalam belajar, keutuhan partisifasi aktif pebelajar, meningkatnya prestasi akademik pebelajar. Watini, 2019 melaporkan hasil penelitian penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual terbukti meningkatkan hasil belajar bidang sain pada anak usia dini di TK Cempaka Pekayon,

Prinsip pembelajaran lain yang sesuai dengan tuntutan kehidupan abad 21 adalah terintegrasinya sekolah dengan masyarakat,schools should be integrated with society. Masyarakat sebagai entitas yang melingkupi pendidikan sekolah mengalami perubahan sebagai akibat globalisasi. Perubahan tersebut menyangkut banyak hal termasuk di dalamnya adalah perubahan tata nilai serta kebudayaan baik kebudayaan lokal maupun nasional serta global. Seperti yang  diungkapkan Widiansyah,2018 ketika mengamati dampak globalisasi terhadap budaya dan nilai masyarakat lokal yaitu bugis. Widansyah mengidentifikasi setidaknya tiga dampak posistif yang ditumbulkan oleh arus globalisasi terhadap pergesertan budaya dan nilai budaya masyarakat Bugis. Pertama, terjadinya modernisasi dalam tata kehidupan masyarakat Bugis Makasar sehingga menggeser nilai dan budaya yang bersifat irasional ke arah sifat rasional. Kedua, masyarakat Bugis Makasar beraktivitas dan berpikir lebih maju. Ketiga,

Tingkat kehidupan masyarakat Bugis menjadi lebih maju sebagai akibat semakin terbukanya lapangan kerja di bidang produk alat transportasi dan.  Selain dampak positif, Widansyah mengidentifikasi terjadinya dampak negatif yang dibawa oleh globalisasi ke masyarakat Bugis Makasar. Sebagai akibat tumbuh kembangnya industry yang pada ujungnya menawarkan meberang berbagai barang kebutuhan membuat masyarakat Bugis Makasar menjadi cenderung berpola hidup konsumtif. Kedua, globalisasi mengakibatkan terjadinya pergeseran nilai kemasyarakatan cenderung lebih bersifat indivualistik. Dampak negatif ketiga adalah adanya potensi terdegradasinya nilai-nilai persaudaraan sebagai akibat terjadinya kesenjangan sosial dan ekonomi.

Hal lain yang disampaikan oleh peserta adalah ingin mendapatkan konfirmasi tentang pengetahuan 4 C yang mereka pernah dengar.  Permintaan konfirmasi ini  terlintas setelah materi 4 keterampilan yang dibutuhkan pada kehidupan abad 21 yang sering diberi akronim 4C disampaikan.  Kegiatan selanjutnya adalah pendalaman dan perluasan pengetahuan tentang kempat ketrampilan tersebut.

Beberapa peserta telah mengenal akronim keterampilan 4 C, yaitu creative thinking, critical thinking  problem solving, communication, dan collaboration.  Sekolah sebagai lembaga pendidikan dituntut untuk memiliki keterampilan berpikir kreatif (creative thinking), berpikir kritis dan pemecahan masalah (critical thinking and problem solving), berkomunikasi (communication), dan berkolaborasi (collaboration) atau yang biasa disebut dengan 4C. Kempat ketrampilan ini dibutuhkan merupakan kompentensi yang dibutuhkan agar anak mampu hidup di abad 21. Hasil beberapa penelitian menunjukkan  pentingnya penguasaan keempat ketrampilan tersebut oleh peserta didik agar dapat hidup di abad 21 (Selman dan Dun, 2020).  

Hal yang masih menjadi pertanyaan peserta adalah makna dari masing-masing ketrampilan tersebut.  Mengacu pada Modul Pembelajaran Inovatif yang diterbitkan oleh Departemen Agama, para peserta diantarkan untuk memhami isi dari keemat ketrampilan tersebut.

a. Ketrampilan Berpikir Kritis

Keterampilan berpikir kritis meliputi ketrampilan kemampuan mecari dan menganalisis, selanjutnya mensitesakan informasi yang diperoleh. Keterampilan berpikir kritis juga tercermin dalam kemampuan berkomunikasi , memeriksa, menganalisis, menafsirkan, dan mengevaluasi bukti. Dengan demikian, kemampuan ini mencakup kemampuan mencari, mengumpulkan, memilih dan memilah serta mensintesakan informasi yang berguna untuk memecahkan suatu masalah.  

Terdapat 5 langkah menurut Ennis dan Norris yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemamuan berpikir kritis.

1). Memberikan penjelasan secara sederhana Kegiatan ini dapat dilakkan dengan cara memfokuskan pertanyaan, menganalisis pertanyaan, bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan

2). Membangun keterampilan dasar. Kegiatan ini meliputi kegiatan menganalisis tingkat keterpercayaan sumber , mengamati dan mempertimbangkan suatu laporan

hasil observasi.

3). Menyimpulkan. Kegiatan ini meliputi mendeduksi, menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi serta membuat dan menentukan keputusan.

4). Memberikan penjelasan lanjut. Kegiatannya meliputi: mendefinisikan istilah dan mengidentifikasi asumsi.

5). Mengatur strategi dan taktik, meliputi menentukan tindakan, berinteraksi dengan orang lain

 

b. Ketrampilan memecahkan masalah

Ada beberapa kemampuan yang hendaknya dikembangkan agar anak memiliki keterampilan memecahkan masalah.  Kemampuan tersebut antara lain kemampuan mengidentifikas, mencari, memilih, mengevaluasi, mengorganisir, dan mempertimbangkan berbagai alternatif.  

 

c. Ketrampilan berkomunikasi dan berkolaborasi

Kemampuan komunikasi mencakup kemampuan individu mengemukakan gagasan secara lisan maupun secara tertulis kepada orang lain.  Penyampaian gagasan secara lisan maupun tulisan membutuhkan kemampuan untuk menggunakan kalimat baik yang bersifat naratif, persuasive dalam dalam tata bahasa yang runtut dan jelas. Sedangkan kolaborasi merupakan kemampuan untuk bekerja dengan orang lain dalam suatu tim kerja. Tuntutan dunia keraj di era abad 21 lebih menekankan pada unjuk kemampuan individu bekerjasama dalam mencapai sauatu tujuan. Paradigma kompetitif dalam dunia kerja bergeser pada paradigma kolaboratif. Kemampuan komunikasi dan kemampuan berkolaborasi yang demergerkan dengan kemampuan bidang teknologi informasi akan membuka peluan yang sangat luas untuk menjali kerjama dalam lingkup yang lebih luas, baik secara nasional maupun regional bahkan secara iternasional. Penguasaan ketiga kompetnsi ini  yaitu komunikasi, kolaborasi dan teknologi informasi akan memeduhkan indinvidu memasuki pasar kerja di era abad 21.

 

d. Ketrampilan berkreasi dan berinovasi

Penguasaan terhadap kedua ketrampilan ini yaitu berkreasi dan berinovasi akan membawa indiviu meraih kesuksesan secara profesional. Dengan demikian salah satu ciri karakteristik seorang profesional adalan kemampuan mencipta, kemampuan berkreasi serta melakukan pembharuan pembaharuan. Profesionalitas seorang guru juga bisa diukur dengan melihat seberapa tinggi tingkat kreativitas serta daya invatifnya. Kemampuan-kemampuan tersebut perlu distimulasi sejak usia dini. Hal yang dapat dilakukan adalah melatih peserta didik untuk terbiasa berpikir secar dervergen. Peserta didik hendaknya dirangsang dan didorong untuk membuat alternatif-alternatif pemikiran, diberi kesempatan untuk berpendapat dan bertanya.

Guilford mengemukakan  4 ciri berpikir kreatif.

a. fluency of thinking, yaitu kemampuan untuk menghasilkan berbagai gagasan secara cepat. Kelancaran berpikir lebih menekankan pada segi kuantitas, yaitu banyakanya ide yang dihasilkan, bukan pada segi kualitasnya.  Dengan demikian, pemberian penguatan oleh guru terhadap kelancaran bepikir hendaknya ditekankan pada seberapa banyak ide yang dihasilkan oleh anak dan sebera cepat ide-ide tersebut dikemukakan oleh anak. Samakin bervarasi gagasan yang dimunculkan dalam waktu yang relatif cepat maka dapat dindikasikan adanya kelancaran berpikir dalam diri anak.

b. Flexibility, yaitu kemampuan untuk dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari alternatif atau arah yang berbeda-beda, serta mampu menggunakan bermacam-macam pendekatan atau cara pemikiran. Orang yang kreatif adalah orang yang luwes dalam berpikir.  

c. Elaboration, yaitu kemampuan dalam mengembangkan gagasan. Pengembangan gagasan dapat dilakukan dengan cara misalnya sehingga gagasan dapat ditangkap dalam bentuk yang lebih jelas dan menarik.

d. Originalitiy, yaitu kemampuan untuk mencetuskan gagasan unik atau kemampuan untuk mencetuskan gagasan asli.

Penguasaan terhadap keempat yaitu creative thinking, critical thinking  problem solving, communication tersebut menjadi sangat penting karena terjadinya perubahan lapangan pekerjaan dari yang  sifatnya rutin   butuh sedikit skill tinggi ke pekerjaan yang menuntut  banyak keterampilan tingkat tinggi. Salah satu tantangan besar proses pendidikan adalah menyiapkan peserta didik agar dapat bekerja di masyarakat. Trilling dan Fadel (2009:10) mengelompokan bidang pekerja kedalam 2 bagian dalam kerucut dinamis, yaitu pekerjaan yang bersifat rutin dan pekerjaan yang bersifat kreatif. Bidang pekerjaan rutin digolongkan menjadi dua jenis, yaitu pekerjaan rutin yang dikerjakan oleh manusia, dan pekerjaan rutin yang dikerjakan oleh mesin. Pekerjaan rutin merupakan tipe pekerjaan yang banyak berada di negara kurang berkembang sedangkan pekerjaan yang berisifat kreatif berada pada negara-negara yang lebih maju. Bidang pekerjaan rutin pada umumnya membutuhkan ketrampilan  yang rendah dengan  memberikan pendapatan yang lebih rendah sedang pekerjaan kratif memberikan penghasilan tinggi tetapi membutuhkan keterampilan yang lebih tinggi. Salah satu tugas pendidikan adalah memberikan bekal kepada peserta didik agar mampu melakukan mobilitas vertikal dalam bidang pekejaan berupa pemberian bekal keterampilan  yang dibutuhkan untuk hidup di era abad 21.

Materi menarik lainnya bagi peserta adalah model pembelajaran yang dapat secara efektif menstimulasi berkembangnya ketrampilan berpikir kritis dan memecahkan masalah , bekerjasama dan berkomunikasi, serta berpikir kreatif.   Pendekatan pembelajaran saintifik diperkenalkan secara singkat sebagai pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru TK mupun SD.  Pengetahauan tentang Pendekatan Saintifik telah dimiliki oleh para peserta karena dalam keseharian mereka mengunakan kurikulum 2013 yang bercirikan pembelajaran dengan saintifik.  Dengan demikian penjelasan materi ini sekaligus dipakai oleh peserta untuk mengkonfirmasi pemahaman yang telah mereka miliki. Materi tentang pendekatan saintifik merujuk pada materi   strategi pembelajaran dalam modul PPG.

Pendekatan saintifik merupakan bagian dari pendekatan pedagogis dalam kegiatan pembelajaran yang diarahkan pada penerapan metode ilmiah. Metode ilmiah merupakan serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau eksperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis.  

 Secara umum, pembelajaran dilaksanakan melalui kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup. Pada kegiatan pendahuluan dilakukan untuk memantapkan pemahaman peserta didik tentang pengetahuan awal yang telah dikuasai dilanjutkan dengan penyampaian tujuan pembelajaran sehingga menimbulkan rasa ingin tahu yang tinggi. Rasa ingin tahu tersebut dapat menjadi dasar yang kuat untuk belajar pada kegiatan inti. Pada kegiatan inti peserta didik melakukan kegiatan belajar dengan metode ilmiah.  Sementara pada kegiatan penutup siswa diarahkan untuk melakukan validasi temuan serta pengayaan materi yang telah dipelajari

. Merujuk pada Permendikbud Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, pelaksanaan pendekatan saintifik melalui 5 tahap kegiatan yaitu  mengamati; menanya; mencoba/ mengumpulkan informasi; menalar/ mengasosiasi; dan membentuk jejaring/ melakukan komunikasi.

 

 

Gambar 5: Peserta mengkonfirmasi pemahaman mereka dalam diskusi

 

 

SIMPULAN

Kegiatan penyuluhan yang dihadiri oleh guru PAUD dan SD di lingkungkan Kecamatan Seluma Barat, Kabupaten Seluma berjalan lancar.  Para peserta terlibat secara aktif dalam kegiatan menyimak penjelasan, tanya jawab dan juga diskusi. Kegiatan penyuluhan dipakai oleh peserta sebagai media konfirmasi terhadap pengetahuan yang mereka miliki selama ini. Peserta mendapatkan pemahaman tentang kondisi masayarakat abad 21, tantangan dan peluang yang dihadirkan oleh globalisasi, serta ketrampilan yang hendaknya dipersiapkan melalui proses pembelajaran di TK maupun SD yang dibutuhkan agar perseta didik mampu hidup di era abad 21.

Alokasi waktu yang singkat membuat kegiatan penyuluhan belum secara tuntas membahasa pengetahuan penting lain yang perlu dimiliki oleh guru dalam mempersiapkan peserta didik memasuki kehidupan abad 21. Pengatahuan tersebut antara lain, bagaimana membuat rancanga pembelajaran, juga evaluasi yang sesuai. Namun demikian, dari kata-kata akhir yang peserta nyatakan sebelum acara penutupan mengindikasikan mereka mendapat hasil yang positif dari kegiatan ini. Bahkan, ada harapan yang disampaikan oleh Camat agar ada kegiatan lanjutan setelah kegiatan penyuluhan ini.

 

 

Gambar 6 : Penutupan dan foto bersama

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Buchori, Mochtar  (2001) Pendidikan Antisipatoris, Yogyakarta: Kanisius

Heriansyah,Hendra (2014),  The Impacts of Internationalization and Globalization on Educational Context. Journal of Education and Learning. Vol. 8(2), pp. 164-170.

Prasetyo, Hoedi , Wahyudi Sutopok,(2018),  Indtrui 4.0: Telaah Klasifikasi Aspek Dan Arah Perkembangan Riset, Jurnal Tenik Industri.Vol.13.1 Januari

Selman, Yohanes Fakundo; Jaedun,A(2020),  Evaluation of The Implementation of 4C Skills in Indonesian Subject at Senior High Schools, Jurnal : JPI, Vol. 9 No. 2, June 2020  DOI: 10.23887/jpi-undiksha.v9i2.23459

Sholeh, Muh, (2010), Implementasi Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And Learning) Pada Materi Penginderaan Jauh, Jurnal Geografi Volume 7 No. 2 Juli 2010, UNES

Sulianto, Joko (2018), Pendekatan Kontekstual Dalam Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Berpikir Kritis Pada Siswa Sekolah Dasar, Jurnal: Pythagoras, Vol. 4, No. 2, Desember 2008: 14-25

Tilaar, (1990), Pendidikan dalam Pembangunan Nasional Menyongsong Abad XXI , Jakarta: Balai Pustaka

Trilling, Bernie & Charles Fadel (2009), 21st Century Skills Learning for Life in Our Time, Sanfransisco: Jossey-Bass A Willy Imprint.

Watini, Sri (2019), Pendekatan Kontekstual dalam Meningkatkan Hasil Belajar Sains pada Anak Usia Dini, Jurnal, Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini DOI: 10.31004/obsesi.v3i1.111 Volume 3 Issue 1 (2019) Pages 82 – 90

Widiansyah, Subhan; Hamsah, (2018), Dampak Perubahan Global terhadap Nilai-Nilai Budaya Lokal dan Nasional (Kasus pada Masyarakat Bugis-Makasar),  Jurnal Hermeneutika, Vol.4