Main Article Content

Abstract

The process of achieving food security in Indonesia is inseparable from the role of extension as the educative technical personnel and empowerment of farmers. The extention is incorporated and authorized into the agricultural scope organization unit to carry out extension activities, one of which is the AEC. The research aims to look at the role of the AEC in extention food commodities. This type of research was descriptive which was designed qualitatively using the focus group discussion (FGD) method which aimed to explored specific problems related to the role of the AEC in Tanah Datar District. The results showed that the AEC in Tanah Datar District had carried out its role in conducting food commodity counseling well, but it was still not optimal due to limited facilities and infrastructure, accommodation and financing, and lack of resources and extension staff. In addition, the role of extensions has only reached the aspect of providing inputs, cultivation and harvesting. Extensions had not fully helped independent farmers in marketing matters. Therefore, it is important to increase the role of extension agents so that they can carry out their functions properly in conducting food commodity counseling.

Keywords

BPP extension agent food role

Article Details

How to Cite
Wahyuni, S., Helmi, H., Tanjung, H. B., & Oktavia, Y. (2019). PERAN BALAI PENYULUHAN PERTANIAN (BPP) DALAM PENYULUHAN KOMODITI PANGAN (STUDI KASUS DI KABUPATEN TANAH DATAR). Jurnal AGRISEP: Kajian Masalah Sosial Ekonomi Pertanian Dan Agribisnis, 18(2), 235–248. https://doi.org/10.31186/jagrisep.18.2.235-248

References

  1. [Balitbangtan] Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2015. Panduan Teknologi Budidaya Padi Salibu. Jakarta: Kementerian Pertanian.
  2. [Dirjen Tanaman Pangan] Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2017. Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Padi 2017. Jakarta: Kementerian Pertanian.
  3. Jamil MH, Jahi A, Gani DS. 2012. Kinerja Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dan Dampaknya pada Perilaku Petani Padi di Sulawesi Selatan). Jurnal Penyuluhan. 8(2): 132-140.
  4. Kresno S, Ella Nurlaela H, Endah Wuryaningsih, IwanAriawan. 1999. Aplikasi Penelitian Kualitatif dalam Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Depkes RI. Jakarta.
  5. Lesmana D. 2007. Kinerja Balai Penyuluhan Pertanian Kota Samarinda. EPP. 4(2): 24-31.
  6. Marliati, Sumardjo, Asngari PS, Tjitropranoto P, Saefuddin A. 2008. Faktor-Faktor Penentu Peningkatan Kinerja Penyuluh Pertanian Dalam Memberdayakan Petani (Kasus di Kabupaten Kampar Provinsi Riau). Jurnal Penyuluhan. 4(2): 92-99.
  7. Pelawi WDP, Rosnita, Yulida R. 2016. Analisis Kelembagaan Penyuluhan Pertanian Di Kabupaten Kampar. Jurnal Ilmiah Pertanian 13(1): 1-13.
  8. [Permentan] Peraturan Menteri Pertanian No. 61 Tahun 2008. 2008. Pedoman Pembinaan Penyuluh Pertanian Swadaya dan Penuyuh Pertanian Swasta.
  9. Sadono D. 2008. Pemberdayaan petani: paradigma baru penyuluhan pertanian di Indonesia. Jurnal Penyuluhan. 4(1): 65-74.
  10. Setiawan IG. 2005. Masalah-masalah penyuluhan pertanian. Jurnal Penyuluhan. 1(1):57-61.
  11. [Simluhtan] Sistem Informasi Manajemen Penyuluhan Pertanian. 2018. [Internet]. Diakses pada 21 November 2018. [https://app2.pertanian.go.id/simluh2014/gst/welcome.php].
  12. Syabrina E, Hakim DB, Tonny F. 2009. Analisis Kelembagaan Penyuluhan Pertanian di Provinsi Riau. Jurnal Manajemen Pembangunan Daerah. 5(1): 32-46.
  13. Syahyuti. 2016. Modernisasi Penyuluhan Pertanian di Indonesia: Dukungan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 terhadap Eksistensi Kelembagaan Penyuluhan Pertanian di Daerah. Analisis Kebijakan Pertanian. 14 (2): 83-96.
  14. Undang-Undang Republik Indonesia No. 16 Tahun 2006. 2006. Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. Jakarta. Badan Pengembangan SDM Pertanian Departemen Pertanian.