Main Article Content

Abstract

Perkembangan pembangunan yang pesat di wilayah pesisir akan mempengaruhi perubahan kondisi lahan secara spasial yang secara langsung juga akan berdampak pada kemutakhiran data spasial tematik yang ada. Kawasan pesisir Kalimantan Selatan telah mengalami degradasi ekosistem pesisir khususnya ekosistem mangrove. Hal ini disebabkan banyaknya kegiatan yang dilakukan di daerah ini misalnya pembangunan pelabuhan baik umum maupun khusus, konversi lahan mangrove menjadi budidaya, perkebunan, pertanian, industri, pemukiman dan lain-lain. Penelitian ini dilakukan untuk untuk mengetahui tingkat kerapatan mangrove, mengetahui potensi tekanan dan kerusakan mangrove, dan menganalisis tingkat kekritisan lahan mangrove Provinsi Kalimantan Selatan, sehingga dapat memberikan rekomendasi pengelolaannya. Berdasarkan hasil analisis metode penginderaan jarak jauh dan sistem informasi geografis di peroleh tingkat kekritisan mangrove di Provinsi Kalimantan Selatan kategori rusak seluas 8.329,47 ha (12,43%) dan tidak rusak 58.688,10 (87,57%). Secara proporsional, wilayah pesisir yang mengalami kategori rusak adalah Kabupaten Banjar (42%), Barito Kuala (39,23%), Tanah Laut (33,85%), Tanah Bumbu (21,49%) dan Kotabaru (8,64%). Peran pelibatan masyarakat sangat penting mulai perencanaan, perlindungan, pengelolaan dan pemanfaatannya.

The rapid development development in coastal areas will affect changes in land conditions spatially which will also directly affect the updating of existing thematic spatial data. The coastal area of South Kalimantan has experienced degradation of the coastal ecosystem, especially the mangrove ecosystem. This is due to the large number of activities carried out in this area, for example the construction of both public and special ports, conversion of mangrove land to cultivation, plantations, agriculture, industry, settlements and others. This research was conducted to determine the level of mangrove density, to determine the potential for pressure and damage to mangroves, and to analyze the criticality level of mangrove land in South Kalimantan Province, so that it can provide recommendations for its management. Based on the results of the analysis of remote sensing methods and geographic information systems, the mangrove criticality level in South Kalimantan Province was categorized as damaged covering 8,329.47 ha (12.43%) and not damaged 58,688.10 (87.57%). Proportionally, the coastal areas that are categorized as damaged are Banjar Regency (42%), Barito Kuala (39.23%), Tanah Laut (33.85%), Tanah Bumbu (21.49%) and Kotabaru (8.64%). The role of community involvement is very important starting from planning, protection, management and utilization.

Article Details

How to Cite
Baharuddin, B., & Salim, D. (2020). ANALISIS KEKRITISAN LAHAN MANGROVE KALIMANTAN SELATAN DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM RANGKA PENGELOLAAN KONSERVASI LAHAN BASAH PESISIR. JURNAL ENGGANO, 5(3), 495–509. https://doi.org/10.31186/jenggano.5.3.495-509

References

  1. Departemen Kehutanan. 2005. Pedoman Inventarisasi Dan Identifikasi Lahan Kritis Mangrove. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan Dan Erhutanan Sosial. Jakarta.
  2. [DLH] Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Selatan. 2018. Identifikasi Potensi Kerusakan Pantai dan Laut Provinsi Kalimantan Selatan. Banjarbaru.
  3. [DKP] Dinas Perikanan dan Kelautan Kalimantan Selatan 2018. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2018 – 2038. Banjarbaru.
  4. Fathanah, N. Yulia Dewi Fazlina, Abubakar Karim. 2019. Evaluasi Tingkat Kekritisan Hutan Mangrove dengan Menggunakan Teknologi Spasial di Kawasan Pesisir Timur Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa. Vol 4 Nomor (1).
  5. Hidayah, Z. 2015. Penerapan SIG Dalam Menentukan Kondisi Kritis Dan Odel Rehabilitasi Ekosistem Bakau Pada Daerah Pesisir Selatan Pamekasan, Madura. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 7 No. 1.
  6. IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources). 2007. IUCN Red List of Threatened Species. Available on line at.
  7. Iqbal, MD., Mohammada, S., Yenny, R. 2018. Pemetaan Sebaran Hutan Mangrove Dengan Teknologi Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis Di Kecamatan Bangkalan Kabupaten Bangkalan Provinsi Jawa Timur. JFLS Vol 2 No 2: 101 – 113.
  8. [LAPAN] Lembaga Penerbagan dan Antarikasi Nasional 2015. Pedoman Pengolahan Data Penginderaanjauh Landsat 8 Untuk Mangrove. Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh. Jakarta.
  9. Nontji, A. 2007. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.
  10. Mayalanda, Y. Yilianda, Y. Isdradjad S. 2014. Strategi Rehabilitasi Ekosistem Mangrove Melalui Analisis Tingkat Kerusakan di Suaka Margasatwa Muara Angke, Jakarta. Bonorowo Wetlands. ISSN: 2088-110X, E-ISSN:2088-2475.
  11. [Kepmen] Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 201 tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove.
  12. Suprakto, B. 2005. Studi Tentang Dinamika Mangrove Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Pamekasan Propinsi Jawa Timur dengan Data Penginderaan Jauh. Akademi Perikanan Sidarjo. Jurnal MAPIN. Th.XIV SDA 207-213. Surabaya.
  13. Peraturan Kepala BIG No. 3 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Pengumpulan Dan Pengolahan Data Geospasial Mangrove.
  14. Wibisono, M.S. 2011. Pengentar Ilmu Kelautan Edisi 2. UI Press. Jakarta.