Main Article Content

Abstract

Ultra petita, demikian istilahnya, dimana hakim menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau meluluskan lebih dari pada yang diminta, dengan kata lain ultra petita adalah penjatuhan putusan oleh hakim atas perkara yang tidak dituntut atau mememutus melebihi dari pada yang diminta. Dalam konteks Hukum Acara Pidana, Putusan  tersebut dikeluarkan, dikarenakan  dakwaan  Jaksa  Penuntut  Umum  kurang  sempurna  dan sebagai  wujud  pengembangan  hukum  progresif  dimana  Hakim  bukan hanya sebagai  corong  undang-undang  tetapi  merupakan  corong  keadilan yang  mampu memberikan  putusan  yang  berkualitas  dengan  menemukan  sumber  hukum  yang tepat.

Bahwa  putusan  hakim  tidak harus  berpedoman  pada  undang-undang sebagai prosedur mutlak sebab bila putusan hakim hanya berlandaskan prosedur, maka  roh  dan  cita-cita  dari  Hukum  Pidana (Hukum  Materiil) maupun  Hukum Acara  Pidana (Hukum  Formil) yang  tertuang  dalam  asas-asas  hukum  tersebut tidak  akan  bisa  diwujudkan. Hal  ini  bukan  berarti  prosedur  hukum  yang  ada dalam  undang-undang  tidak  perlu  dilaksanakan  tetapi  harus  diterapkan  secara cerdas  dan  bijaksana,  serta  diharapkan  semua  pihak  agar  lebih  kritis dalam menyikapi perkembangan hukum demi kesejahteraan bersama. Untuk  meneliti  permasalahan  ini  penulis  berusaha  menganalisis Yurisprudensi  Mahkamah  Agung NO.  675  K/Pid/1987,  tanggal  21-03-1989  dan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Nomor : 17/PID.SUS/TPK/2014/PN.JKT.PST. dikaitkan dengan Hukum Acara Pidana, dengan menggunakan kajian dari segi filosofis dan yuridis.

Keywords

prinsip ultra petita pertimbangan hukum putusan perkara pidana prinsip ultra petita pertimbangan hukum putusan perkara pidana

Article Details

How to Cite
Putra, Y. S. (2017). PENERAPAN PRINSIP ULTRA PETITA DALAM HUKUM ACARA PIDANA DIPANDANG DARI ASPEK PERTIMBANGAN HUKUM PUTUSAN PERKARA PIDANA. University Of Bengkulu Law Journal, 2(1), 14–28. https://doi.org/10.33369/ubelaj.2.1.14-28

References

  1. Achmad Ali. (1993) Menguak Tabir Hukum (Suatu Kkajian Filosofis dan Sosiologis), Penerbit : Chandra Pratama, Jakarta.
  2. Ahmad Rifai. (2010) Penemuan Hakim oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif, Penerbit : Sinar Grafika, Jakarta.
  3. Bagir Manan. (2005) Hakim dan Pemidanaan, Majalah Hukum Varia Peradilan Edisi No. 249 Bulan Agustus 2006,
  4. Ikahi, Jakarta, 2006Horgan, John, The Psychology Of Terrorism,London and New York, Routledge.
  5. Jazim Hamidi. (2005) Hermeunetika Hukum, Teori Penemuan Hukum Baru dengan Interpretasi Teks, Penerbit : UII Press, Yogyakarta.
  6. Satjipto Rahardjo. (2007) Biarkan Hukum Mengalir, Catatan Kritis tentang Pergulatan Manusia dan Hukum, Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
  7. Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo (1993) Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, Penerbit : Citra Aditya Bakti, Jakarta.
  8. Soerjono Soekanto, Sri Mamudji. (2004) Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Penerbit: PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
  9. RBg (Rechtsreglement Buitengewesten )
  10. Rv (Reglement op de Rechtsvordering)
  11. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  12. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
  13. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman