Main Article Content

Abstract

Sebagai hasil hutan bukan kayu, batang bambu betung tergolong keras dan kuat sehingga sering digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan rumah-rumah sederhana di pedesaan atau jembatan.  Sebagaimana batang jenis bambu yang lain, batang bambu betung juga digunakan sebagai bahan baku kertas dengan tingkat rendemen tinggi. Berat jenis merupakan salah satu sifat fisik bambu dalam penentuan penggunaan bambu sebagai bahan kontruksi (Pujirahayu, 2012). Karena terdapat perbedaan dalam susunan pola ikatan pembuluhnya, hal ini menimbulkan dugaan adanya perbedaan nilai berat jenis untuk setiap perbedaan pola penyusunannya.  Penelitian ini mencoba untuk mengamati secara mendalam nilai berat jenis di berbagai  posisi horizontal yaitu tepi, tengah, pusat dan dalam dari penampang melintang batang bambu dengan memperhatikan perbedaan struktur pola ikatan pembuluh penampang lintang bambu betung yang terdiri dari proporsi serabut, kerapatan pola ikat, rantai serabut 1 dan 2 diduga memiliki perbedaan nilai berat jenis dari setiap lapisan penampang lintang sehingga melatarbelakangi penelitian ini untuk bisa menentukan penggunaan batang bambu yang lebih efisien dan efektif sesuai dengan nilai berat jenisnya.


Penelitian ini menggunakan metode Vintila yang terdiri dari pengukuran berat jenis dan pengukuran massa jenis. Pengukuran berat jenis menggunkan ukuran sampel kecil berdasarkan lapisan pola ikat pembuluhnya Sampel yang digunakan yaitu sebanyak 24 sampel dengan 3 kali ulangan dan 4 kali perlakuan dari 2 posisi batang bambu betung. Analisis yang digunakan adalah analisis korelasi dan uji t. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai bulan Juni 2018.


Hasil analisis korelasi menunjukan bahwa berat jenis di berbagai lapisan penampang melintang tidak ada hubungan dengan struktur pola ikat pembuluh. Namun jumlah sampel yang digunakan sedikit atau kecil dari 30, jadi belum bisa mewakili analisis korelasinya, sehingga untuk penelitian selanjutnya perlu ditambah ulangannya atau sampelnya. Sedangkan hasil uji t dari berat jenis adalah pada bagian tepi berbeda nyata dengan bagian tepi, tengah, pusat dan dalam. Pada bagian tengah berbeda nyata dengan bagian pusat dan dalam, serta pada bagian pusat berbeda nyata dengan bagian dalam. Namun berat jenis di posisi pangkal dan tengah batang pada masing-masing lapisan penampang lintang tidak berbeda nyata.


Key words: Bambu betung, Pola Ikatan Bambu, Berat Jenis


 

Keywords

sifat fisik sengon limbah kayu energi aternatif

Article Details

References

  1. Aryati, A. 2009. Analisis Kimia Kayu Batang,Cabang dan Kayu Jenis Kayu Leda (Eucalyptus deglupta blume). Program Studi Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Lampung, Lampung.
  2. Dumanauw, J.F. 1992. Mengenal Kayu.Pendidikan Kayu Atas Konisius, Yogyakarta.
  3. Haygreen, J.G., dan J.L. Bowyer. 1996.Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. GajahMada University Press.
  4. Hidayat. S., dan S. Karnasudirja. 1985.Sifat Pengeringan Alami dan Pengeringan Sinar Matahari Sebelas Jenis Kayu Asal Kalimantan Barat. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 2 (2).
  5. Hidayati, F., dan P.B. Siagian. 2012.Struktur dan Sifat Kayu Trembesi (Samanea aman Merr.) dari Hutan rakyat di Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Mapeki XIII pp228-232
  6. Iswanto, A. H. 2008. Sifat Fisis Kayu: Berat Jenis dan Kadar Air Pada Beberapa Jenis Kayu. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
  7. Klasnja, B., S. Kopitovic, and S. Orlovic.2002. Wood and Bark of Some Poplar and Willow Clones as Fuelwood. Biomass ionergy 23,427-432.
  8. Lempang, M. 2016. Basic Properties and Potential Uses of Saling – saling Wood. Penelitian. Kehutan. Wallaca 5: 79-90.
  9. Mulyono, S. B. F. 1988. Mengenal Kayu.Kanisius, Yogyakarta.
  10. Pandit, L.K.N., dan K. Ramdan. 2002.Anatomi Kayu: Pengantar Sifat Kayu sebagai Bahan Bangunan. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.
  11. Prawirohatmodjo, S. 2001. Sifat Fisika Kayu. YayasanPembina Fakulta Kehutanan Universitas Gadjah Mada, yogyakarta.
  12. Prawirohatmodjo, S. 2004. Sifat-sifat Fisika Kayu. Bagian Penerbitan Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta.
  13. Rachmawan, O. 2001. Pengeringan, Pendinginan dan Pengemasan Komoditas Pertanian. Direktorat Pendidikan Kejuruan, Jakarta.
  14. Sjostrom, E. 1995. Kimia Kayu: Dasar- dasar dan Penggunaan. Jilid 2. Yogyakarta University Gajah Mada Press.
  15. Suarna, E. 2006. “Prospek dan Tantangan Pemanfaatan Biofuel sebagai Sumber Energi Alternatif Pengganti Minyak di Indonesia. Makalah Ilmiah.
  16. Sukardayati, Dulsalam, dan A. Rachman.2002. Potensi dan Biaya Pemungutan Limbah Penebangan Kayu Mangium Sebagai Bahan Baku Serpih. KPH Bogor, Jawa Barat.
  17. Taib, G. dan S. Wiraatmaja. 1988. Operasi Pengeringan pada Pengolahan Hasil Pertanian. PT. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
  18. Tampubolon, A. P. 2008. Kajian Kebijakan Energi Biomassa Kayu Bakar (Study of Fuelwood Biomass Energy Policies). Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 5(1) :29 – 37.
  19. Triono, A. 2006. Karakteristik Briket Arang Dari Campuran Serbuk Gergajian Afrika (Maesopis eminii Engl) dan Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) dengan Penambahan Tempurung Kelapa (Cocos nucifera L). Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan. IPB, Bogor.
  20. Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood; Structure, Properties, Utilization. Van Nostrand, New York.
  21. Wijaya, K. 2011 “Biofuel di Indonesia: Prospek, Perspektif, dan Strategi Pengembangannya”. Makalah Il miah.