https://ejournal.unib.ac.id/jukeraflesia/issue/feedJurnal Kedokteran Raflesia2025-07-30T03:53:15+00:00Nikki Aldi Massardi, S.Si., M.Biomednikki.aldi@unib.ac.idOpen Journal Systems<p><strong>JKR (Jurnal Kedokteran Raflesia)<em> </em></strong>is a peer-reviewed professional journal with the editorial board of scholars mainly in medicine, biomedic and health sciences. It is published by UNIB Press, <a href="https://www.unib.ac.id/" target="_blank" rel="noopener">Universitas Bengkulu</a>, Indonesia with the ISSN (online): 2622-8343; and ISSN (print): 2477-3778.</p> <p>The journal seeks to disseminate research to educators around the world and is published twice a year in the months of June and December. The newest template has been published since Volume 6(2): December 2020. This journal has been accredited by SINTA.</p> <p><img src="https://ejournal.unib.ac.id/public/site/images/jukeraflesia/sertifikat-sinta-6-screenshot.png" alt="" width="460" height="311" /></p>https://ejournal.unib.ac.id/jukeraflesia/article/view/42822PERBANDINGAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI PARU TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI PARAQUAT DAN DIBERI EKSTRAK LABU SIAM (Sechium edule)2025-07-15T06:46:06+00:00maria yuliantimariaeka@unib.ac.id<p style="font-weight: 400;"><strong>Latar belakang : </strong>Labu siam (<em>Sechium edule</em>) memiliki kaya akan kandungan antioksidan seperti alkaloid, flavonoid, tannin, saponin, flavonoid, dan golongan vitamin (C,E,A). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan gambaran histopatologi paru tikus putih (<em>Rattus norvegicus</em>) jantan galur <em>Sprague dawley</em> yang diinduksi paraquat dan diberi ekstrak labu siam (<em>Sechium edule</em>).</p> <p style="font-weight: 400;"><strong>Metode : </strong>Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental <em>post test only control group design</em>. Subjek penelitian menggunakan bahan biologis tersimpan berupa 20 sampel organ paru tikus putih (<em>Rattus norvegicus</em>) yang sudah diberi pelakuan pada penelitian sebelumnya yang terbagi menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif (P1; diberikan akuades), kelompok kontrol positif (P2; diberikan paraquat 10 mg/kgBB [<em>single dose intraperitoneal</em><em>]</em>), kelompok perlakuan I (P3; diberikan paraquat 10 mg/kgBB [<em>single dose intraperitoneal</em>] dan vitamin C dosis 0,075 g/kgBB), dan kelompok perlakuan II (P4; diberikan paraquat 10 mg/kgBB [<em>single dose intraperitoneal</em>] dan ekstrak buah labu siam [<em>Sechium edule</em>] dosis 0,75 g/kgBB). Semua sampel bahan biologis tersimpan dilakukan pembuatan preparat paru. Penilaian keadaan paru dilakukan menggunakan kriteria <em>American Thoracic Society </em>dengan bantuan aplikasi <em>ImageJ</em>. Data dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis dan uji Mann-Whitney<em>.</em></p> <p style="font-weight: 400;"><strong>Hasil penelitian :</strong> Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukan terdapat perbedaan skor kerusakan paru yang bermakna antar kelompok dengan nilai<em> p</em> yaitu 0,03 (<em>p<0,005</em>). Pada penilaian skor kerusakan kelompok P4 memiliki skor kerusakan lebih rendah dibanding P2 dan P3. Hasil uji Mann Whitney juga menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna kelompok P4 dan P1 dengan nilai <em>p </em>= 0,052 (<em>p<0,005</em>).</p> <p style="font-weight: 400;"><strong>Kesimpulan : </strong>Pemberian ekstrak buah labu siam dosis 0,75 g/kgBB mampu memperbaiki kerusakan paru tikus putih yang diinduksi paraquat dengan dinilai menggunakan kriteria <em>American Thoracic Society </em>dengan bantuan aplikasi <em>ImageJ</em>. Pemberian ekstrak labu siam mampu memperbaiki kerusakan paru tikus putih lebih baik daripada vitamin C berdasarkan nilai rata-rata skor kerusakan paru.</p>2025-06-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 Maria Eka Patri Yulianti, Habib Thariq Alfath, Kartika Sari, Lala Foresta Valentine Gunasari, Vernonia Yora Saki, Marisadonna Asteria, Nori Wirahmi, Nikki Aldi Massardi, Putjha Melatihttps://ejournal.unib.ac.id/jukeraflesia/article/view/42105STUDI KASUS: PERAN ORANG TUA DALAM PERAWATAN HOLISTIK ANAK DENGAN DOWN SYNDROME2025-06-23T08:50:47+00:00Maria Hidayantimariaulfanh@mail.unnes.ac.id<p>Sindrom Down merupakan kelainan genetik yang disebabkan oleh keberadaan kromosom 21 tambahan, berdampak pada perkembangan fisik, kognitif, dan adaptasi anak. Faktor risiko utama meliputi nondisjunction kromosom selama meiosis atau mitosis awal yang dapat dipicu oleh infeksi virus, paparan radiasi, dan penuaan sel telur. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus kualitatif untuk menggambarkan perjalanan keluarga dalam mendampingi anak dengan Sindrom Down dari masa kehamilan hingga usia sekolah dasar di Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diagnosis Sindrom Down pada anak terlambat ditegakkan ketika anak berusia 5 bulan berdasarkan ciri klinis khas. Anak mengalami keterlambatan perkembangan motorik dan kognitif, serta gangguan struktural saluran pencernaan. Intervensi khusus belum diterapkan akibat keterbatasan biaya dan informasi, meskipun peran aktif keluarga dalam stimulasi dan pendidikan anak sangat penting. Studi ini menekankan pentingnya skrining dan diagnosis prenatal untuk deteksi dini serta perlunya intervensi dini yang terjangkau agar potensi perkembangan anak dapat dioptimalkan. Dukungan dari pemerintah dan tenaga kesehatan berupa layanan terapi serta program edukasi keluarga sangat diperlukan untuk mengurangi beban psikososial dan stigma sosial. Penelitian lanjutan dianjurkan untuk mengembangkan metode intervensi yang efektif dan terjangkau di berbagai wilayah</p>2025-06-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 Maria Hidayantihttps://ejournal.unib.ac.id/jukeraflesia/article/view/43744Effectiveness of Early Detection of Leptospirosis in Tropical Developing Countries: A Literature Review 2025-07-30T03:53:15+00:00Abe Yafi Muqaddas Agustin Hanapiabeyafim@gmail.com<p>Early detection of leptospirosis is critical for effective disease management and reducing mortality, particularly in tropical developing countries where the disease burden is high and clinical presentation resembles other febrile illnesses such as malaria and dengue. The incidence of leptospirosis can escalate dramatically following flooding disasters, with mortality rates substantially increasing. This review assesses the effectiveness of various early detection methods, including molecular techniques (PCR), serological assays, rapid lateral flow immunoassays (LFIs), and geospatial early warning systems. LFIs demonstrate moderate sensitivity (~68%) and high specificity (~93%), indicating potential utility for screening in endemic areas, although they require confirmatory testing to ensure diagnostic accuracy. IgM-based assays show superior sensitivity compared to IgG-based methods, suggesting greater promise for early diagnosis. Despite advancements, challenges remain in optimizing diagnostic tools suitable for resource-limited tropical settings to enable timely and accurate detection. This underscores the need for integrated early warning systems combined with improved diagnostic technologies to enhance leptospirosis control and prevention strategies.</p>2025-06-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 Abe Yafi Muqaddas; Teuku Muhammad Ayyub Al-Anshari; Qisthi Nabiilahttps://ejournal.unib.ac.id/jukeraflesia/article/view/42460The HEPATORENAL SYNDROME TIPE 1 (HRS-1) DENGAN KOMORBID : CASE REPORT2025-07-15T06:45:47+00:00Benly Levibenlylevi07@gmail.comM. Syarifuddinsyarifhamim28@gmail.com<p><em>Hepatorenal syndrome</em> merupakan keadaan pada pasien yang ditandai dengan adanya penyakit hati kronik seperti sirosis hepatis dengan komplikasi berupa kegagalan fungsi ginjal. HRS tipe 1 dikenal juga dengan HRS-AKI merupakan manifestasi akut dari disfungsi ginjal pada pasien dengan sirosis berat ditandai peningkatan cepat kadar kreatinin tanpa adanya bukti kerusakan ginjal struktural. Artikel ini melaporkan sebuah kasus seorang laki-laki berusia 51 tahun dengan keluhan badan kuning dan lemas sejak 5 hari sebelum masuk RS, perut membuncit dan BAK yang berkurang dari biasanya. Keluhan lain berupa demam naik turun, keputihan di sekitar rongga mulut serta nafsu makan yang berkurang. Pasien memiliki riwayat DM dan TB paru <em>on therapy</em>. Pada pasien didapakan temuan sklera mata ikterik, plak putih dirongga mulut, abdomen cembung, hepar dan lien yang sulit dinilai serta <em>shifting dullness</em> yang positif. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan serologi hepatitis B positif, hiperbilirubinemia, penurunan fungsi hati ditandai dengan peningkatan SGOT dan SGPT, peningkatan ureum dan kreatinin darah, hipoproteinemia serta hipoalbuminemia, dan juga hasil pencitraan radiologi berupa sirosis hepatis yang disertai ascites. Dilakukan perawatan berupa terapi suportif farkamologi dan non-farmakologi, kemudian pasien mengalami perbaikan klinis dilanjutkan dengan KIE. Artikel ini berfokus pada proses diagnosa, faktor risiko dan penyakit penyerta yang terkait dengan <em>hepatorenal syndrome</em>. Hasil dari faktor beragam terkait HRS menggambarkan kompleksitas dari HRS tipe 1 ini.</p> <p><strong> </strong></p> <p><strong>Kata kunci</strong>: Ascites, hepatitis, <em>hepatorenal syndrome</em>, sirosis hepatis, komorbid</p> <p> </p> <p><strong>ABSTRACT</strong></p> <p>Hepatorenal syndrome is a condition in patients characterized by chronic liver disease such as hepatic cirrhosis with complications in the form of renal failure. Type 1 HRS, also known as HRS-AKI, is an acute manifestation of renal dysfunction in patients with severe cirrhosis, characterized by a rapid increase in creatinine levels without evidence of structural renal damage. This article reports a case of a 51-year-old man presenting with jaundice and weakness for five days prior to admission to the hospital, abdominal distension, and decreased urine output. Other symptoms included fluctuating fever, oral mucosal lesions, and decreased appetite. The patient had a history of diabetes mellitus and tuberculosis of the lungs under treatment. On examination, the patient presented with icteric sclera, white plaques in the oral cavity, a distended abdomen, hepatosplenomegaly that was difficult to assess, and positive shifting dullness. Supportive examinations revealed positive hepatitis B serology, hyperbilirubinemia, impaired liver function marked by elevated SGOT and SGPT levels, increased blood urea and creatinine levels, hypoproteinemia, hypoalbuminemia, and radiological imaging showing hepatic cirrhosis with ascites. Treatment included supportive pharmacological and non-pharmacological therapy, followed by clinical improvement and continued with KIE. This article focuses on the diagnostic process, risk factors, and associated conditions related to hepatorenal syndrome. The diverse factors associated with HRS-1 highlight the complexity of this condition.</p> <p><strong>Keywords: </strong>Ascites, hepatitis, hepatorenal syndrome, liver cirrhosis, comorbidities</p> <p><strong> </strong></p>2025-06-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 Benly Levi, M. Syarifuddinhttps://ejournal.unib.ac.id/jukeraflesia/article/view/41146UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN BINAHONG (ANREDERA CORDIFOLIA) TERHADAP BAKTERI PENYEBAB ACNE VULGARIS (CUTIBACTERIUM ACNES): A SYSTEMATIC REVIEW2025-05-02T07:47:05+00:00Muhammad Ariq Naufalarnaufmuhammad@gmail.com<p>Binahong (<em>Anredera cordifolia</em>) merupakan tanaman yang tersebar secara luas di Indonesia. Tanaman binahong dapat dimanfaatkan daunnya untuk berbagai keperluan kesehatan, seperti mengatasi jerawat. Senyawa metabolit sekunder yang ditemukan di daun binahong diketahui dapat menghambat pertumbuhan bakteri penyebab jerawat seperti <em>Cutibacterium acnes.</em> Tujuan dari penelitian ini adalah merangkum dan menyimpulkan beberapa penelitian sebelumnya mengenai aktivitas antibakteri ekstrak daun binahong terhadap bakteri penyebab acne vulgaris. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah <em>systematic review. </em>Peneliti mencari artikel dari database <em>Google Scholar, Science Direct, </em>Garuda, dan <em>ProQuest</em>. Artikel lalu diseleksi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi serta dilakukan <em>critical appraisal. </em>Proses <em>systematic review </em>menghasilkan tujuh artikel yang layak untuk ditelaah dari total 560 artikel yang ditemukan. Seluruh artikel menyatakan bahwa daun binahong dalam bentuk ekstrak maupun bentuk gel memiliki aktivitas antibakteri terhadap <em>Cutibacterium acnes. </em>Perbandingan aktivitas antibakteri antar dosis tidak dapat disimpulkan dikarenakan tidak adanya uji statistik yang relevan pada hampir seluruh artikel.</p>2025-06-30T00:00:00+00:00Copyright (c) 2025 Muhammad Ariq Naufal; Valentina Nancy Alvista; Nabila Puspitasari; Abigael Ludwina Kalih