ANALISA SPASIAL KEKERINGAN DENGAN MENGUNAKAN METODE STANDARDIZED PRECIPITATION INDEKS (SPI) DI BENGKULU

Rudi Wahyu Hidayat (1) , Agus Susatya (2) , Hery Suhartoyo (3)
(1) BMKG Provinsi Bengkulu , Indonesia
(2) Jurusan Kehutanan, Fakultas PertanianUniversitas Bengkulu , Indonesia
(3) Jurusan Kehutanan, Fakultas PertanianUniversitas Bengkulu , Indonesia

Abstract

Masalah kekeringan merupakan masalah rutin yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia namun dengan waktu awal kekeringan yang tidak tetap maka dari itu perlu dilakukan analisis indeks kekeringan untuk mengetahui tingkat dan durasi kekeringannya sehingga bisa dijadikan sebagai peringatan awal akan adanya kekeringan yang lebih jauh agar dampak dari kekeringan dapat dikurangi. Standardized Precipitation Index (SPI) adalah salah satu cara dalam menganalisis indeks kekeringan pada suatu daerah yang di kembangkan oleh McKee dkk pada tahun SPI didesain untuk mengetahui secara kuantitatif defisit hujan dengan berbagai skala waktu. Data yang digunakan adalah data hujan b ulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2019 pada 112 stasiun hujan kemudian data di blending terlebih dahulu dengan dengan data satelit GSMaP untuk mengisi data data yang kosong dengan bantuan program aplikasi Alltools GSMaP. Data hasil blending nanti yang digunakan sebagai data olah. Data tersebut kemudian dilakukan pengolahan untuk mendapatkan nilai nilai SPI dengan program aplikasi Scopics. Dengan masukan data 3 bulan hujan sebagai nilai predictant dan data SOI (South Osilasi Indeks) sebagai nilai Predicto r untuk mendapatkan nilai indeks SPI3. Setelah dilakukan analisa indeks kekeringan kemudian dilakukan pemetaan menggunakan Software Arc Gis dengan tools IDW. Hasil Studi menunjukkan pada semua periode defisit kekeringan terparah terjadi pada tahun 2007 dengan nilai indeks kekeringan SPI3 ( -3,5) di wilayah Kabupaten Mukomuko yang mengartikan sangat kering. Selanjutnya, periode ulang untuk waktu 5, 10, 20, 50 dan 100 tahun juga dihitung dengan tujuan untuk merancang durasi dan besarnya kekuatan kekeringan yang dapat terjadi. Hasil perhitungan periode ulang 5 , 10, 20 dan 50 tahun menunjukan pos hujan Agrisinal yang tertinggi. Sedangkan periode ulang 50 tertinggi pada pos hujan Air Nipis serta periode ulang tertinggi 100 tahun pada pos Sulau.

Full text article

Generated from XML file

References

Aldrian, E., dan R. D. Susanto. 2003. Identification of Three Dominant Rainfall Regions Within Indonesia and Their Relationship To Sea Surface Temperature. International Journal of Climatology. Int. J. Climatology. No. 23.Hal.1435-1452.

As-Syakur, R. Ahmad. 2012. Pola Spasial Hubungan Curah Hujan dengan ENSO dan IOD di Indonesia – Observasi Menggunakan Data TRMM 3B43, Bunga Rampai Pengindraan Jauh Indonesia.Bandung : Pusat Pengindran Jauh Institut Teknologi Bandung.

Hermawan, Eddy dan Kokom Komalaningsih. 2008. Karakteristik Indian Ocean Dipole Mode di Samudra Hindia Hubungannya dengan Prilaku Curah Hujan di kawasan Sumatra Barat Berbasis Analisis Mother Wavelet. Jurnal Sains Dirgantara. No. 2.Hal.109-129. Inter-Government Panel on Climat Change (IPCC). 2007. Climate Change 2007. Valencia : Syntthesis Report.

Khairul, A., Djisman M., Jonson L. Gaol, Mulyono S. Baskoro. 2013. Karakteristik Suhu Permukaan Laut dan Kejadian Upwelling Fase Indian Ocean Dipole Mode positif da Barat Sumatera dan Selatan Jawa Barat. Jurnal Segara. No. 1 Vol. 9.Hal. 2335 McKee TB, NJ Doesken, dan J Kleist. 1993. The relationship of drought frequency and duration of time scales. Eighth Conference on Applied Climatology, Anaheim, CA, Amer. Meteor. Soc., 179-186.

WMO. 1974. International Glossary of Hidrology. Geneva. WMO-No.385.

Authors

Rudi Wahyu Hidayat
nasaljoe@yahoo.com (Primary Contact)
Agus Susatya
Hery Suhartoyo
Hidayat, R. W., Susatya, A., & Suhartoyo, H. (2020). ANALISA SPASIAL KEKERINGAN DENGAN MENGUNAKAN METODE STANDARDIZED PRECIPITATION INDEKS (SPI) DI BENGKULU. Naturalis: Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan, 9(2), 93–108. https://doi.org/10.31186/naturalis.9.2.13511

Article Details