Potensi Kepiting Bakau (Scylla Spp) Pada Ekosistem Mangrove Di Kota Bengkulu

Oktamalia Oktamalia (1) , Enggar Apriyanto (2) , Dede Hartono (3)
(1) Mahasiswa Program Studi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan, Universitas Bengkulu , Indonesia
(2) Dosen Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu , Indonesia
(3) Dosen Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu , Indonesia

Abstract

Kepiting bakau merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki potensi sebagai penyangga kehidupan masyarakat terutama bagi nelayan sekala kecil. Ekosistem mangrove mempunyai peran penting sebagai habitat utama bagi kepiting bakau(Scylla Spp). Penelitian tentang potensi kepiting bakau (Scylla spp) pada ekosistem mangrove guna mengetahui kondisi populasi kepiting bakau di alam sehingga dapat menjadi acuan dalam mengatur penangkapan dan sebagai landasan kebijakan pengelolaan penangkapan kepiting bakau untuk menjamin usaha penangkapan kepiting bakau secara berkelanjutan dan berkesinambungan. Penelitian ini berdasarkan 3 jenis kerapatan mangrove, setiap stasiun dibagi menjadi 3 transek garis dengan masing-masing 4 plot (ukuran 10x10 m) tiap transek garis. Tiap plot di pasang bubu sebanyak 2 buah pada setiap minggu selama 4 bulan (Juli-Oktober). Hasil pada ekosistem mangrove di Kota Bengkulu memiliki potensi kepiting bakau sebanyak 1.183 ekor. Secara keseluruhan habitat kepiting bakau pada perairan kota bengkulu sangat mendukung dalam menunjang kehidupan kepiting bakau dengan keberadaan kerapata mangrove jarang, sedang dan rapat yang memiliki 7 jenis mangrove yaitu yaitu R.apiculata,S.alba, B.gymnoriza, A.lanata, X.Granatum, K.candel dan L. littoreae. Memiliki kisaran parameter fisika kualitas air suhu -29,250C, salinitas 11-26,250/00, pH 6,95-7,55 pasang tertinggi 80-106,25 cm dan kandungan C-Organik 4,18-5,83%. Hubungan total tangkapan kepiting dengan kerapatan mangrove dan Hubungan total tangkapan kepiting dengan kandungan C-organik pada sedimen masing-masing kedua variabel memiliki pengaruh hubungan yang kuat dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 80% dan 90%.nilai koefieien korelasi (r) di peroleh 0,89 dan 0,95.

 

Kata Kunci: Potensi Kepiting Bakau, Ekosistem Mangrove

Full text article

Generated from XML file

References

Bengen DG. 2000. Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. InstitutPertanian Bogor.

BKSDA Bengkulu. 2013. Profil Kawasan Taman Wisata Alam Pantai Panjang Kota Bengkulu. Bengkulu. BKSDA Bengkulu Ditjen PHKA Kemenhut.

Brown, I.W. 1993. Mangrove Crabs, pp 609-42 in A. Wright and L. Hill (eds) Nearshore Marine Resources of the South Pacific. Institute of Pacific Studies (Suva), Forum Fisheries Agency (Honiara) and the International Centre for Ocean Development (Canada), 710p.

Hill, B. J. 1976. Natural food, foregut clearance-rate and activity of the crab Scylla serrata. Mar. Biol., 34: 109–116.

Kanna, I. 2002. Budidaya Kepiting Bakau Pembenihan dan Pembesaran. Kanisius. Yogyakarta.

Keenan, C. P and Blackshaw, A. 1998. Mud Crab Aquaculture and Biology. Australian Centre for International Agricultural Research. Canberra.

Kordi G. H. 2012. Jurus Jitu Pengelolaan Tambak untuk Budi Daya Perikanan Ekonomis. ANDI. Yogyakarta. 396 hlm.

Le Vay L. 2001. Ecology and management of mud crab Scylla spp. Asian Fisheries Sciense 14:101-111.

Pett, R. J. 1993. A collection of Laboratory Methods For Water and Sedimen Quality Parameter Report No. 13 International Development Program at Australia University and Colleges. PT. Husfarm Dian Konsultant. 20 p.

Siahainenia, L. 2008. Biologi Kepiting Bakau (Scylla spp.) di ekosistem mangrove. Kabupaten Subang, Jawa Barat. Sekolah Pascasarjana. Institute pertanian Bogor: 246 hal.

Authors

Oktamalia Oktamalia
oktamalia@unib.ac.id (Primary Contact)
Enggar Apriyanto
Dede Hartono
Oktamalia, O., Apriyanto, E., & Hartono, D. (2019). Potensi Kepiting Bakau (Scylla Spp) Pada Ekosistem Mangrove Di Kota Bengkulu. Naturalis: Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Lingkungan, 7(1), 1–9. https://doi.org/10.31186/naturalis.7.1.9253

Article Details