Main Article Content

Abstract

Penanganan lima klaster anak, yaitu anak terlantar, anak jalanan, anak dengan kecacatan, anak balita terlantar, anak yang berhadapan dengan hukum, dan anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus, memerlukan keterampilan melakukan Terapi Kognitif-Perilaku. Pelatihan ini bertujuan agar pekerja sosial dan pengurus Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) di Propinsi Bengkulu mampu memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial yang bersifat segera terhadap kasus anak yang dianggap berat. Strategi penerapan IPTEK yang digunakan dalam kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah melalui pelatihan. Pelatihan ini menerapkan metode ceramah, diskusi, studi kasus dan penyusunan rencana tindak lanjut (action plan). Pelatihan menggunakan modul pelatihan sederhana. Pelaksanaan selama 2 hari, jumlah keseluruhan 21 Jam Pelajaran. Sebelum peserta mengikuti pelatihan di kelas, peserta terlebih dahulu mengikuti pembelajaran dengan metode e-learning. Secara umum telah terjadi peningkatan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan tentang terapi kognitif perilaku. Indikator yang cukup bisa dijadikan acuan diantaranya: (1) ketika seluruh peserta diberi kesempatan praktik, menunjukkan hasil yang baik; (2). adanya peningkatan hasil post test dari seluruh peserta pelatihan. Rata-rata kenaikan nilai hasil pos-test terhadap pre-test sebesar 28.18 atau memiliki persentase kenaikaan sebesar 62.63.

Article Details

How to Cite
Darubekti, N., Afrita, D., & Osira, Y. (2020). PELATIHAN TERAPI KOGNITIF PERILAKU BAGI PEKERJA SOSIAL ANAK DI KOTA BENGKULU. Dharma Raflesia : Jurnal Ilmiah Pengembangan Dan Penerapan IPTEKS, 18(1), 55–62. https://doi.org/10.33369/dr.v18i1.11015

References

  1. Aini, D. K. (2019). Penerapan Cognitive Behaviour Therapy dalam Mengembangkan Kepribadian Remaja di Panti Asuhan. 39(1), 70–90.
  2. Aman, F., Tindjabate, C., & Natsir, N. (2017). Implementasi Program Kesejahteraan Sosial Anak Terlantar (PKSA ) di Dinas Sosial Kota Palu. E Jurnal Katalogis, 5(2), 165–176.
  3. Astuti, M., & Suhendi, A. (2014). Implementasi Kebijakan Kesejahteraan dan Perlindungan Anak. 216 SOSIO KONSEPSIA Vol., 4(1), 215–235.
  4. Crawley, S. A., Podell, J. L., Braswell, L., & Kendall, P. C. (2010). Cognitive-Behavioral Therapy with Youth. In K. Dobson (Ed.), Handbook of Cognitive-Behavioral Therapies (pp. 375–410). New York: Guilford Press.
  5. Montgomery, E. C., Kunik, M. E., Wilson, N., Stanley, M. A., & Weiss, B. (2010). Can paraprofessionals deliver cognitive-behavioral therapy to treat anxiety and depressive symptoms? Bulletin of the Menninger Clinic, 74(1), 45–62. https://doi.org/10.1521/bumc.2010.74.1.45
  6. Muqodas, I. (2011). Cognitive-Behavior Therapy?: Solusi Pendekatan Praktek Konseling di Indonesia. Jurnal Ilmiah Bimbingan Konseling, 1–22.
  7. Santoso, M. B., Krisnani, H., & Hadrasari, I. (2017). Intervensi Pekerja Sosial terhadap Orang Dengan Skizofrenia. Share?: Social Work Journal, 7(2), 1. https://doi.org/10.24198/share.v7i2.15679
  8. Susilowati, E., Dewi, K., & Subarfhini, M. (2015). Pekerjaan Sosial pada Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) di Kota Bandung. SOSIO KONSEPSIA, 5(3), 237–247.
  9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pekerja Sosial