Isi Artikel Utama

Abstrak

Pemerintahan yang baik memiliki peran dalam meningkatkan pelayanan publik Pemerintahan. Pelayanan Publik yang diselenggarakan pemerintah  salah satu bentuknya ialah pemberian izin yang tertuang dalam surat keputusan. Akan tetapi faktanya yang terjadi adalah  masyarakat sulit untuk mendapatkan permohonan surat keputusan, karena sikap diam pemerintah yang tidak memberi jawaban apakah permohonan tersebut diterima atau tidak. Untuk mengatasi masalah tersebut, jalur yang ditempuh ialah dengan mengajukan gugatan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, atau permohonan sesuai dengan pasal 59 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Dalam pasal  Undang-Undang Administrasi Pemerintahan diatur bahwa berlaku keputusan Fiktif Positif yang berarti sikap diam pemerintah merupakan tindak persetujuan terhadap permohonoan yang diajukan. Sedangkan di UU PTUN berlaku Fiktif Negarti yang berarti sikap diam pemerintah merupakan tindakan menolak permohonan. Berkaitan dengan dengan adanya dua norma tersebut mengakibatkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat untuk mengajukan permohonan/gugatan. Kekurangpahaman masyarakat akan menjadi permasalahan ke depan untuk pemerintahan. Oleh karena itu diharapkan pemerintah dapat melakukan harmonisasi peraturan demi memberikan kepastian hukum dan pelayanan publik yang baik bagi masyarakat

Kata Kunci

Pemerintahan Yang Baik Fiktif Positif Fiktif Negatif

Rincian Artikel

Biografi Penulis

Erlin Triartha Yuliani, University of Indonesia

Saya Erlin Triartha Yuliani, saat ini saya berstatus mahasiswa pascasarja di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Cara Mengutip
Yuliani, E. T. (2020). Perbandingan antara Konsep Fiktif Negatif dalam Undang-Undang No 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dengan Fiktif Positif dalam Undang-Undang No 30 Tahun 2004 tentang Administrasi Pemerintahan dan Permasalahannya. University Of Bengkulu Law Journal, 5(1), 1–11. https://doi.org/10.33369/ubelaj.5.1.1-11

Referensi

  1. Daftar Pustaka
  2. Buku
  3. Abdullah M, Ali. (2015). Teori dan Praktik Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Pasca-Amandemen, Jakarta: Prenadamedia Group.
  4. Harahap , Zairin. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. (1997). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
  5. Soemitro, Rochmat. (2008). Peradilan Tata Usaha Negara, Bandung: Refika Aditama.
  6. Yasin, Muhammad dkk. (2017). Anotasi Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan. Jakarta: UI-CSGAR.
  7. Jurnal dan Website
  8. Budiaman Rodiing. Keputusan Fiktif Negatif dan Fiktif Positif dalam Peningkatan Pelayanan Publik, Tanjungpura Law Journal, Vol I, Issue I, Januari 2017.
  9. Enrico Simanjuntak, “Prospek Ombudsman Republik Indonesia Dalam Rangka Memperkuat Pelaksanaan Eksekusi Putusan Peradilan Tata Usaha Negara”, Jurnal Hukum dan Peradilan, Vol. 3, No. 2, Juli 2014.
  10. Enrico Simanjuntak. “Perkara Fiktif Positif dan Permasalahan Hukumnya”, Jurnal Hukum dan Peradilan Vol 6 No 3, 2017.
  11. Hasil Rumusan Diklat Kapita Selekta Sengketa Tata Usaha Negara Bagi Pimpinan Pengadilan Tingkat Pertama, mulai tanggal 19 Maret 2017 sampai dengan 25 Maret 2017 di Pusdiklat Mahkamah Agung RI, Megamendung, Bogor
  12. Undang-undang
  13. Republik Indonesia. 1986 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 77, TLN Nomor 3344.
  14. Republik Indonesia.2004. tentang Perubahan Pertama Atas Undang-
  15. Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Lembaran Negara Republik Indoneia Tahun 2004 Nomor 35, TLN Nomor 4380
  16. Republik Indonesia. 2009.
  17. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Perubahan KeduaAtas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 160, TLN Nomor 5079.
  18. Republik Indonesia.
  19. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 292. TLN 4674.